Semangat dakwah Muhammadiyah melalui konsep gerakan dakwah kultural. Aplikasi dakwah kultural dalam bidang pendidikan di daerah mayoritas non Muslim sangat erat diseminasi nilai Islami dengan mempertimbangkan masyarakat majemuk.
Terhadap non Muslim, dakwah dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai Islam sehingga tumbuh budaya toleransi dan saling pengertian di antar dua komunitas agama. Dakwah terhadap non Muslim bertujuan mengenal Islam, bukan meng-Islamkan.
Proses pendidikan di Muhammadiyah Serui berkorelasi dengan realitas objektif dan relasi antar pemeluk agama. Proses pendidikan harus merespon sekaligus menjawab berbagai tantangan dalam hubungan sosial antar pemeluk agama. Tanpa ada tekanan dari eksternal organisasi, sekolah Muhammadiyah menerima siswa non Muslim, menyediakan pendidikan agama Kristen beserta guru seagama, dan mempekerjakan guru non Muslim untuk mata pelajaran non agama seperti Pendidikan Kewargaan.
Dalam praktek pendidikan Kemuhammadiyahan, proses pendidikan bertujuan untuk mengikis kecurigaan, kebencian, dan membangun pemahaman positif mayoritas Protestan terhadap minoritas Muslim. Isu pindah agama, selalu menjadi topik ketika relasi antar agama diletakkan dalam wilayah yang sarat muatan politis, walaupun siswa non Muslim mengaku bahwa pendidikan di sekolah Muhammadiyah tidak mempengaruhi esensi keyakinannya. Varian Islam murni Kiai Dahlan bersifat skripturalis tekstual dalam memahami dan menerapkan ajaran Islam murni serta bersikap toleran terhadap praktek TBC.
Toleransi siswa Muslim nampak pada dukungan mereka terhadap penyelenggaraan pendidikan agama Kristen dan kerjasama antar agama. Pada akhirnya, kebijakan sekolah dalam mengelola pendidikan agama merefleksikan kesadaran yang sangat mendasar dalam konteks pluralisme agama, yaitu mengakui hak kebebasan beragama siswa agama lain untuk mendapatkan hak pendidikan agama sesuai jaminan konstitusi. Sebuah kebijakan pendidikan inklusif yang berorientasi pada pendidikan pluralisme agama konfesional dan non konfesional.
Siswa Melayu-Muslim maupun siswa Dayak-Kristen mendapatkan pendidikan agama di satu atap. Kehadiran agama besar tidak serta merta menggusur budaya dan kearifan lokal yang sudah ada sebelum agama itu datang.
Pluralitas budaya dan agama di Kapuas Hulu telah mempengaruhi pola interaksi, khususnya dalam mengelola institusi pendidikan yang menjadi urat nadi dakwah gerakan Muslim puritan tersebut di pedalaman perbatasan Indonesia dan Malaysia. Belum berkembangnya Muhammadiyah disebabkan faktor minimnya SDM, akses informasi dan transportasi, serta pandangan masyarakat yang menganggap Muhammadiyah itu agama baru.
Menurut Khairus Shalihin, munculnya penilaian masyarakat dipicu adanya perbedaan paham-praktek keagamaan Muhammadiyah dengan pandangan umum masyarakat. Organisasi otonom mulai mengembangkan eksistensinya dalam masyarakat, Pemuda Muhammadiyah misalnya mulai aktif melakukan berbagai kegiatan sosial keagamaan menggunakan Masjid Kota sebagai pusat kegiatan.
Kebijakan diambil oleh pihak sekolah untuk tidak mempekerjakan tenaga pengajar non-Muslim pelajaran agama maupun umum. Dikarenakan pihak sekolah tidak menyelenggarakan pendidikan agama Kristen bagi siswa non Muslim. Berdasarkan pertimbangan normatif organisasi bahwa Muhammadiyah merupakan institusi dakwah Islam.
Ini mencerminkan adanya ruang desentralisasi kebijakan pendidikan bagi Muhammadiyah di berbagai daerah dalam menyelenggarakan pendidikan agama. Namun, disisi lain sikap demikian justru memperlihatkan kelemahan aspek konsolidasi institusi pendidikan Muhammadiyah.
Adapun faktornya: pertama, kondisi demografis Kapuas Hulu yang mayoritas merupakan Muslim. Tujuan pendidikan Al Islam bagi siswa Muslim dan non Muslim memang berbeda namun dalam prakteknya dilakukan secara bersama-sama dalam satu kelas. Yang membedakannya adalah metode dan titik tekan indikator keberhasilan belajar bagi siswa Muslim dan Non Muslim. Orientasi pelajaran Al Islam dan Kemuhammadiyahan bagi siswa Muslim ditekankan pada dimensi penguatan tauhid dan praktek ibadah secara benar, baik dari segi doa-doanya maupun tatacara pelaksanaanya kaifiyat.
Adapun bagi siswa non Muslim pada pemahaman agama Islam, pengetahuan bagaimana orang Islam melaksakan serta ibadah serta kemampuan praktek ibadah seperti thaharah bersuci dan shalat dengan pengenalan dasar bacaan shalat, doa-doa, dan artinya.
Menyusutnya perbedaan dikotomik antara Muslim dan non Muslim sebagai bukti mencairnya gejala ekslusivitas keberagamaan di kalangan siswa. Tidak ada perbedaan signifikan antara Kristen dan Muslim kecuali masing-masing menyakini keimanan yang berbeda.
Sikap apresiatif terhadap guru yang berbeda agama, interaksi dengan siswa Muslim. Hal tersebut membuktikan bahwa model pendidikan agama tidak menimbulkan perasaan terpinggirkan, terdiskriminasi serta memupuk intoleransi antar siswa. Praktek pendidikan agama satu pintu yang diterapkan SMA di pedalaman Kalimantan Barat ini menawarkan anti-tesis terhadap opini yang menyatakan bahwa pendekatan pendidikan agama eksklusif berpotensi melahirkan intoleransi.
Mereka adalah orang Kristen yang sangat memahami, menjiwai dan mendukung gerakan Muhammadiyah. Modalitas kepercayaan terbangun antara komunitas yang berbeda keyakinan tidak hanya menjadi perekat kohesivitas namun juga menyembulkan konvergensi sosial-budaya. Kemunculan institusi pendidikan modern telah memicu terjadinya mobilitas dan transformasi sosial-ekonomi.
Ini mendukung eksistensi pluralisme keagamaan dan berkorelasi positif dengan melunaknya watak fundamentalisme ideologi Islam murni.
Koeksistensi sosiologis pemeluk Kristen dan Muslim mencapai tingkat kohesivitas sosial berdampak pada mencairnya sekat formalisme identitas agama. Tingkat kepercayaan stakeholder masyarakat Kristen terhadap kredibilitas institusi memungkinkan koeksistensi dialogis dengan menjaga otentisitas keyakinan masing-masing. Sehingga, varian Kristen-Muhammadiyah merupakan gejala antropologis-sosiologis dari perkembangan institusi Muhammadiyah mayoritas non Muslim; Katholik dan Kristen.
Jika dari level global, KrisMuha merupakan antitesis terhadap tesis benturan peradaban clash of civilizations Islam dan Barat-Kristen yang dilontarkan Huntington, antara Barat dan Islam, tidak bisa hidup berdampingan.
Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan Muhammadiyah berhasil membangun budaya toleransi dan pluralisme agama sehingga mewujudakn kohabitasi sosial pemeluk Kristen dan Muslim.
Pendidikan agama di sekolah penting untuk diberikan bukan sekedar sebagai pengetahuan kognitif, tetapi keyakinan yang terimplementasi dengan baik. Peran dan tanggung jawab dari generasi Muslim dan Kristen adalah membangun orientasi kebangsaan bersama yang ditegakkan atas pengakuan akan perbedaan setiap anak bangsa.
Pluralisme pendidikan agama berkontribusi memperkaya pandangan dan wawasan siswa- siswi sebagai garda terdepan generasi muda. Tumbuhnya generasi muda Muslim dan Kristen berkembang dalam kohabitasi sosial akan memiliki kecakapan bergaul dan berkomunikasi dengan realitas kemajemukan.
Mereka akan keluar dari keterkejutan budaya cultural shock di tengah banjir bandang globalisasi. Konvergensi identitas sosial-keagamaan antar generasi muda Muslim dan Kristen akan berdampak pada inklusivitas orientasi sosial.
Memudarnya dikotomi identitas kelompok mendorong perluasan radius pergaulan masyarakat dengan mengedepankan prinsip persamaan common ground. Tantangan besar mereka adalah mentransformasikan perbedaan menjadi kekuatan bersama. Generasi muda inklusif berperan aktif dalam proses mediasi jurang perbedaan sekaligus merekatkan jaring sosial masyarakat. Konvergensi sosial berporos pada intuisi pendidikan harus diterjemahkan pada ranah etos dan tanggung jawab kewargaan yang lebih luas.
Ini mendorong transformasi konvergensi sosial masyarakat menjadi kekuatan struktural emansipatif, termasuk generasi muda Muslim dan Kristen lahir dari semaian budaya pluralisme agama. Model Operasional Studi Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sumber data utama data kepustakaan dan lapangan.
Untuk data lapangan, metode observasi dipadukan angket dan wawancara mendalam: a Observasi nonpartisipan untuk mendapatkan data; b Angket dengan pertanyaan semi-terbuka; c Wawancara mendalam untuk data tentang pandangan Muhammadiyah. Data dianalisis dua pendekatan; historis dan sosiologis.
Pendekatan histori: dimensi historisitas koeksistensi dan interaksi antara Muhammadiyah dengan Kristen khususnya dalam bidang pendidikan. Adapun pendekatan sosiologis: memeriksa interrelasi antara agama dan masyarakat serta bagaimana interaksi antar individu dengan sistem pendidikan agama di tempat berbeda.
Pemilihan sampling didasarkan atas tiga pertimbangan. Pertama, secara politis masyarakat hidup dalam konteks politik yang berbeda dan mempengaruhi sistem pendidikan mereka.
Kedua, secara sosiologis Muhammadiyah didaerah tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Salah satu persamaan dari orang-orang besar dalam sejarah dunia adalah mereka semua adalah pembaca buku. Mereka menjadikan membaca buku sebagai salah satu prioritas mereka. Membaca buku bukan sekedar menambah wawasan dan pengetahuan melainkan dapat mengubah kehidupan seseorang. Banyak juga buku merupakan hasil pengamatan yang mendalam dan penelitian yang saksama atas kehidupan. Bacalah buku sebelum kesempatan itu berlalu.
Milikilah buku-buku penting dari orang-orang yang memiliki iman luar biasa. Jangan sembarang membaca buku. Kalau begitu, buku seperti apa yang harus dibaca, dan buku yang ditulis siapa yang sebaiknya dibaca?
George Barna, Seorang peneliti yang sangat terkenal, juga seorang penulis buku terlaris memberikan tiga tips yang dapat menentukan buku seperti apa yang layak dibaca: Pertama , sang penulis haruslah seorang yang berintegritas, yakni seorang yang dapat dipercayai, seorang pakar dalam topik yang ditulis, dan seorang yang berwawasan luas.
Kedua , pesannya dapat dipercaya. Informasi yang ditulisnya harus sesuai dengan fakta-fakta yang dikenal. Ketiga , pesannya bermanfaat bagi pembaca. Dengan demikian pembaca gampang mengerti tema-tema penting didalamnya. Tema-tema ini kemudian didiskusikan lebih lanjut agar konsep-konsep penting yang disampaikan Paulus dapat dimengerti dan melalui iman dapat dialami oleh para pembaca.
Mengapa kita mempercayai Alkitab? Baca keunikan Alkitab didalam buku ini. Download Ebook Gratis. Mengapa orang Kristen percaya Allah yang Trinitas?
Apakah berarti orang Kristen menyembah 3 Allah? Bagaimana proses terbentuknya Doktrin ini dan apa penjelasan untuk Doktrin Trinitas ini? Dan Apakah keunggulan konsep 'monoteisme Trinitas' dibandingkan 'monoteisme Tunggal'? Buku ini menjawabnya dengan sederhana tetapi jelas dan tuntas. Terakhir, apa keunikan dari Jalan Keselamatan yang dinyatakan dan ditawarkan oleh Iman Kristen? Mengapa dikatakan bahwa ia satu-satunya iman yang akan membawa seseorang ke Sorga yang sebenarnya?
Buku ini akan menjelaskan dengan baik disertai illustrasi-illustrasi dan analogi-analogi yang mudah dimengerti. Buku ini layak dibaca oleh semua tingkatan orang Kristen: kaum awam Kristen sampai para pelayan gereja Penginjil, Gembala dan Pengajar. Tuhan Yesus dan para Rasul Tuhan berulang kali dan dalam berbagai cara perumpamaan, peringatan langsung telah mengingatkan kita bahwa didalam gereja-Nya didunia ini ada dua jenis orang Kristen: yang Asli dan yang Palsu.
Jika tidak diteliti secara seksama, maka keduanya tidak dapat dibedakan. Karena itu mereka sangat percaya diri, dan terhanyut lebih dalam kedalam jerat iblis. Apa yang menyebabkan perbedaan kedua jenis orang Kristen ini?
Bagaimana anda dapat membedakan keduanya?
0コメント